Benteng Pendem Ngawi atau Benteng Van den Bosch adalah peninggalan sejarah kolonial Belanda yang berdiri sejak tahun 1839 di Kabupaten Ngawi

1.  Lokasi & Identitas Benteng Pendem Ngawi

Benteng Pendem Ngawi lebih dikenal sebagai Benteng Van Den Bosch, dan berada di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. 

Kompleks benteng ini berdiri di area sekitar 165 meter × 80 meter, dalam kawasan lahan yang cukup luas (sekitar 15 hektar menurut beberapa sumber). Lokasinya strategis, berada di pertemuan aliran Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun, yang pada masa kolonial menjadi jalur penting perdagangan dan mobilitas di kawasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Nama “Pendem” secara harfiah berarti “terpendam” atau “tertimbun”, hal ini merujuk pada karakter benteng yang dibuat lebih rendah dari permukaan tanah sekelilingnya, sehingga dari kejauhan tampak seolah tersembunyi. 


2. Latar Sejarah dan Proses Pembangunan Benteng Pendem Ngawi

2.1 Konteks Politik & Militer: Masa Perang Diponegoro

Pembangunan Benteng Pendem berkaitan erat dengan Perang Jawa / Perang Diponegoro (1825–1830), di mana banyak daerah di Jawa melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Belanda. 

Pada tahun 1825, Belanda berhasil menduduki wilayah Ngawi dan mengupayakan konsolidasi kekuasaan kolonial di area tersebut. Untuk memperkuat posisi mereka dan menjaga jalur perdagangan (termasuk jalur sungai), maka gagasan pembangunan benteng pun muncul. 

2.2 Tanggal dan Tahapan Pembangunan

Proses pembangunan Benteng Pendem diperkirakan berlangsung antara 1839 sampai 1845. Dalam dokumen “Fort in Indonesia 1839-1845” disebut bahwa angka tersebut tertulis pada relung pintu masuk, mengindikasikan kurun waktu pembangunan. 

Sumber lain menyebut bahwa benteng selesai dibangun pada tahun 1845.  Pada masa awal, benteng ditempati oleh pasukan Belanda sejumlah ± 250 orang bersenjata, dilengkapi 6 meriam, serta 60 orang kavaleri. 

Komandan atau figur Belanda yang terkait dengan benteng tersebut adalah Johannes Van Den Bosch (nama Gubernur Jenderal Belanda). Peran spesifiknya dalam pengawasan langsung terhadap benteng masih perlu membutuhkan konfirmasi lebih lanjut. 

2.3 Desain & Arsitektur Benteng Pendem Ngawi

Benteng ini memiliki konstruksi khas benteng Eropa kolonial, yang disesuaikan dengan kondisi lokal (topografi, aliran air, dan pertahanan terhadap serangan). Struktur-struktur di dalam benteng mencakup lorong-lorong, ruang barak, parit, lubang senapan, dan sistem drainase agar benteng tidak mudah terkena banjir. 

Beberapa fakta menarik terkait bentuk fisik benteng:

  • Ada 510 lubang pintu dan jendela yang tercatat di kompleks Benteng Pendem. Jumlah ini diklaim lebih banyak dibandingkan jumlah lubang pintu/jendela “Lawang Sewu” di Semarang yang sekitar 429 lubang. 
  • Pondasi asli beberapa struktur memiliki kedalaman sekitar 5 meter, yang membantu menjaga stabilitas bangunan lama. 
  • Kawasan benteng disebut memiliki luas lahan sekitar 21,18 hektare dalam data resmi pemerintah. 


    3. Fungsi & Peran Benteng pada Masa Kolonial dan Setelahnya

    3.1 Fungsi Militer Kolonial

    Pada masa kolonial, tujuan utama Benteng Pendem adalah membendung serangan perlawanan, khususnya dari pasukan Diponegoro dan sekutu lokal.  Selain itu, benteng bertindak sebagai pusat kendali dan stabilitas kolonial untuk menjaga jalur perdagangan melalui sungai dan memastikan keamanan wilayah pedalaman Jawa dari potensi serangan eksternal maupun gerakan lokal. 

    Karena letaknya di titik pertemuan dua sungai, pengendalian terhadap lalu lintas air, pasokan logistik, dan mobilisasi pasukan menjadi faktor strategis yang dipertimbangkan dalam memilih lokasi. 

    3.2 Masa Pendudukan Jepang & Masa Awal Kemerdekaan

    Setelah Belanda, pada masa pendudukan Jepang benteng ini juga sempat digunakan sebagai penjara. Misalnya, pada tahun 1943-1944 tercatat bahwa sekitar 1.580 orang pernah dipenjara di dalamnya. Setelah Jepang mundur dan Indonesia merdeka, benteng kemudian sempat diambil alih oleh TNI Angkatan Darat. 

    Setelah masa konflik kemerdekaan, fungsi benteng mulai berubah. Beberapa bagian mungkin digunakan sebagai gudang senjata atau amunisi, markas militer lokal, atau hanya sebagai bangunan tak terpakai. 

    3.3 Perubahan Fungsi dan Derap Kerusakan

    Seiring berjalannya waktu, banyak bagian benteng mulai mengalami kerusakan, karena faktor cuaca, banjir, pelapukan, dan kurangnya perawatan.  Status penggunaan militer secara intensif juga menurun, dan banyak bangunan menjadi reruntuhan atau mengalami degradasi struktural. 

    Pada periode 1962-2011, menurut salah satu artikel di kumparan.com menyebutkan bahwa Benteng Pendem pernah difungsikan sebagai markas dan gudang amunisi Batalyon Armed 12.  Kemudian, ketika kondisi bangunan semakin rapuh, sebagian fungsinya tak lagi optimal untuk keperluan militer. 


    4. Revitalisasi dan Kondisi Terkini Benteng Pendem Ngawi

    4.1 Inisiatif Revitalisasi

    Pada Februari 2019, Presiden Joko Widodo menyatakan keinginan untuk memperbaiki dan merestorasi Benteng Pendem agar mendekati kondisi asli sebagai destinasi wisata dan situs heritage.  Proyek rehabilitasi dimulai pada 10 Desember 2020, dengan nilai kontrak sekitar Rp 113,7 miliar yang difokuskan untuk memulihkan 13 bangunan dalam kompleks inti benteng serta penataan kawasan inti. 

    Pemerintah Kabupaten Ngawi juga menyebut bahwa revitalisasi telah mencapai tahapan signifikan dan bangunan siap dikunjungi publik sejak pertengahan 2023. 

    4.2 Fungsi Terbaru & Pariwisata Edukasi

    Pasca revitalisasi, Benteng Pendem Ngawi difungsikan sebagai objek wisata sejarah, edukasi, dan landmark heritage di Kabupaten Ngawi.  Pengunjung dapat melihat arsitektur benteng, lorong-lorong, makam tokoh lokal (K. H. Muhammad Nursalim), dan elemen lainnya yang memuat cerita sejarah. 

    Jam operasionalnya adalah setiap hari dari pukul 08.00 hingga 17.00 WIB, dan tiket masuk dikenakan biaya sekitar Rp10.000 per orang (meskipun tarif ini bisa berubah tergantung kebijakan pengelola). 

    4.3 Kondisi Fisik dan Pemeliharaan

    Sebagian struktur asli masih utuh, terutama pondasi dan ruang-ruang bawah tanah. Namun ada beberapa bagian yang mengalami kerusakan berat dan perlu restorasi berkelanjutan. 

    Dalam proses restorasi, perlu diperhatikan agar pemugaran mempertahankan elemen orisinal (bahan bata, teknik konstruksi) serta menghadirkan fasilitas pendukung wisata (jalan setapak, penerangan, papan informasi sejarah). 


    5. Nilai Historis, Sosial Budaya, dan Tantangan Pelestarian Benteng Pendem

    5.1 Nilai Historis dan Budaya

    • Benteng ini menjadi simbol kekuasaan kolonial Belanda di Jawa Timur dan manifestasi strategi militer kolonial terhadap perlawanan lokal.
    • Menjadi saksi bisu perjalanan perjuangan rakyat lokal, termasuk tokoh seperti K. H. Muhammad Nursalim, yang menurut legenda dikubur hidup-hidup di dalam benteng. 
    • Fungsi edukatifnya tinggi: pengunjung dapat belajar tentang konstruksi militer, konteks kolonial, serta kisah lokal yang sering tidak tercatat dalam arsip utama.
    • Membantu menjaga identitas lokal dan kebanggaan masyarakat Ngawi atas warisan sejarah mereka.

      5.2 Tantangan Pelestarian

      • Keterbatasan dana & sumber daya teknis untuk restorasi dan pemeliharaan rutin.
      • Fluktuasi iklim dan kelembapan, yang dapat mempercepat kerusakan pada struktur bata dan mortar.
      • Potensi vandalisme atau pengabaian dalam pemanfaatan wisata jika pengelolaan tidak berkelanjutan.
      • Keseimbangan antara akses publik & konservasi: membuka untuk wisata bisa memperbesar risiko kerusakan jika tidak diatur dengan baik.
      • Keterbatasan dokumentasi primer yang lengkap: banyak detail sejarah lokal masih berupa cerita lisan atau sumber tidak resmi, yang memerlukan kajian arsip lebih mendalam.


        6. Kesimpulan 

        Benteng Pendem Ngawi (Benteng Van Den Bosch) adalah warisan kolonial yang kaya sejarah dan nilai budaya. Dari masa kolonial hingga masa pasca kemerdekaan, benteng ini mengalami perubahan fungsi yang signifikan. Revitalisasi yang telah dilakukan membuka peluang bagi situs ini menjadi wahana edukatif dan destinasi wisata sejarah. Namun keberlangsungan nilai aslinya tergantung pada upaya pemeliharaan, pengelolaan, dan dukungan masyarakat.

         Referensi

        1. “Fort van den Bosch” (Wikipedia) — detail sejarah dasar dan kondisi benteng. (Wikipedia)
        2. Artikel Detik Jatim: “Benteng Pendem Van den Bosch Ngawi” — latar fungsi, lokasi, dan sejarah singkat. (detikcom)
        3. “Benteng Pendem Van Den Bosch” (Historia.ID) pembahasan periode pembangunan dan fungsi pertahanan. (Historia.ID)
        4. Situs resmi PUPR Ngawi: “Tiga Fakta Menarik Benteng Pendem Ngawi” — fakta arsitektural & revitalisasi. (DINAS PUPR NGAWI)
        5. Artikel IDN Times: info jam operasional, tarif, dan rehabilitasi. (IDN Times)
        6. Jurnal / Makalah “Pariwisata Cagar Budaya Benteng Pendem Ngawi” — analisis status legal dan status aset negara. (OJS Universitas Ngurah Rai)
        7. Artikel Kumparan — pembahasan sejarah dan perubahan fungsi. (kumparan)
        8. Telusuri.id: narasi perjalanan dan elemen arsitektural benteng. (TelusuRI)